Mengunjungi Dieng terasa belum lengkap jika tidak singgah di Desa Sembungan, desa tertinggi di Pulau Jawa yang berada di ketinggian 2.300 meter di atas permukaan laut (mdpl). Desa Wisata Sembungan telah dikenal sejak lama, bahkan foto-fotonya sudah diabadikan oleh warga Belanda sejak tahun 1911 dan dipromosikan di berbagai negara Eropa. Desa ini memiliki ciri khas yang membedakannya dari desa-desa lain, mulai dari arsitektur rumah, logat bicara, hingga cara hidup warganya.
Transformasi Ekonomi Desa Sembungan
Pada awalnya, Desa Sembungan dikenal sebagai desa miskin dengan perekonomian yang sulit. Banyak penduduknya bekerja di desa-desa lain atau menjadi penjual arang dan kayu bakar dari hasil produksi hutan. Namun, perubahan mulai terjadi pada tahun 1980 ketika masyarakat mulai mengenal budidaya kentang. Dengan kondisi tanah yang subur dan suhu udara yang mendukung, produksi kentang di desa ini mencapai puncaknya dan membawa perubahan drastis dalam perekonomian warga. Dari yang sebelumnya miskin, warga Desa Sembungan kini hidup berkecukupan, dan perubahan tersebut juga mempengaruhi gaya hidup serta cara pandang masyarakat.
Sejarah dan Asal Usul Nama Desa Sembungan
Penelusuran sejarah Desa Sembungan tidaklah mudah, mengingat banyaknya tokoh tua yang telah meninggal dunia. Namun, berdasarkan cerita turun-temurun, nama Desa Sembungan berasal dari kedatangan seorang ulama yang menyebarkan agama Islam di kawasan Dieng. Saat tiba di desa yang dingin dengan telaga yang luas, ulama tersebut melihat desa yang dikelilingi oleh tumbuhan sembung, sejenis tanaman dengan kayu yang tidak keras dan bunga putih yang mirip Edelweiss, namun lebih besar. Oleh karena itu, desa tersebut diberi nama Sembungan.
Pada awalnya, penduduk Desa Sembungan sangat sedikit, dan mereka membangun rumah dari kayu dengan atap rumput kering atau alang-alang. Desa ini terhubung dengan desa lain melalui jalan setapak ke arah timur menuju Desa Tieng dan ke arah barat menuju Desa Sikunang. Untuk keluar masuk Desa Sembungan menuju Desa Sikunang, penduduk harus melewati batu besar yang berhimpit, mirip pintu gerbang alami.
Pemerintahan Desa Sembungan
Pemerintahan Desa Sembungan mulai terbentuk secara resmi pada tahun 1936, sebelum Indonesia merdeka. Setahun setelah kemerdekaan, terjadi pergantian kepemimpinan desa, namun sejarah kepemimpinan desa sebelum tahun tersebut sulit untuk dilacak.
Potensi Wisata dan Pertanian Desa Sembungan
Desa Sembungan memiliki potensi alam yang luar biasa, yang terus dikembangkan untuk mendukung perekonomian masyarakat. Berbagai infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan sarana pengairan terus dibangun untuk memperlancar akses dan meningkatkan kesejahteraan warga.
Dua sektor utama yang mendukung perkembangan ekonomi desa ini adalah pariwisata dan pertanian. Desa Sembungan memiliki banyak objek wisata yang menarik, seperti Telaga Cebong, Bukit Sikunir, Pertapaan di Gunung Pakuwojo, Air Terjun Sikarim, dan lainnya. Selain itu, potensi tanaman lokal seperti carica, terong Belanda, dan purwaceng juga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
Desa Wisata Sembungan merupakan contoh desa yang berhasil memadukan potensi alam dan budaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan keindahan alam yang memukau, sejarah yang kaya, serta perkembangan ekonomi yang pesat, Sembungan menjadi destinasi wisata yang wajib dikunjungi saat berada di Dieng.